BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tanah Papua sangat kaya Tembaga dan Emas merupakan sumber
daya alam yang sangat berlimpah yang terdapat di Papua. Papua terkenal dengan
produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang
begitu berlimpah. Keadaan inilah yang menjadikan Papua sebagai tempat
aktivitas perusahaan tambang, yang bertujuan untuk mengambil sumber daya
alamnya.
Sedangkan, PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan
pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoran Copper &
Gold Inc., perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan
merupakan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport
Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing
tambang Estberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan
Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Pupua.
Seiring dengan berjalannya aktivitas pertambangan banyak
sekali terjadi peristiwa yang dinilai tidak banyak membawa manfaat bagi rakyat
Indonesia umumnya dan rakyat Papua khususnya. Banyak lembaga swadaya masyarakat
yang bekerja, meneliti kejadian yang sesungguhnya tentang PT Freeport di Papua.
Dan banyak pula laporan yang berisikan kejahatan PT Freeport.
B. Rumusan
Masalah
Uraiakn
apa yang kamu ketahui tentang PT. Freeport
C. Tujuan
Menguraiakn
apa yang kamu ketahui tentang PT. Freeport
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
PT Freeport Indonesia adalah
sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc.. PT
Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih
yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi Tembagapura, Kabupaten
Mimika, Provinsi
Papua, Indonesia. Freeport Indonesia
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh
penjuru dunia.
B. Sejarah
Awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya
terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu
lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig
Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan
suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi
Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari
Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan
Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua,
tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku
hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat
tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz
ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil
menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz,
inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah
Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun
1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat
para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr.
HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran
untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian
4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional
Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun 1930, dua pemuda Belanda Colijn dan
Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan
pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka
kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua
empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan
Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke
Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing
Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di
Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson,
seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi
utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van
Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih
serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisisnya serta melakukan penilaian.
Pada awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah
mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi
meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang
terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah
strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport pada masa itu yang bernama
Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Dia
bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan
Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jenderal Ibnu Sutowo, yang pada saat
itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam
pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek
Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport
mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun
1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut
merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan
Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan
Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada
awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya
berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga
pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport
secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki.
Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang
sekarang menjadi Kota Timika.
Pada tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan
pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke
tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa
Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh
Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk
kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur
pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang
pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada
tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa
perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan
Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.
C. Kontrak
Karya
Sejarah
Kontrak Kerja
· 1936
– Jacques Dozy menemukan cadangan ‘Ertsberg’.
· 1960
– Ekspedisi Forbes Wilson untuk menemukan kembali ‘Ertsberg’.
· 1967
– Kontrak Karya I (Freeport Indonesia Inc.) berlaku selama 30 tahun sejak mulai
beroperasi tahun 1973.
· 1988
– Freeport menemukan cadangan Grasberg. Investasi yang besar dan risiko tinggi,
sehingga memerlukan jaminan investasi jangka panjang.
· 1991
– Kontrak Karya II (PT Freeport Indonesia) berlaku 30 tahun dengan periode
produksi akan berakhir pada tahun 2021, serta kemungkinan perpanjangan 2x10
tahun (sampai tahun 2041).
Luas
wilayah
· Eksplorasi
KK-A = 10.000 Ha
· Eksplorasi
KK-B = 202.950 Ha
Total Wilayah = 212.950 Ha
Luas wilayah KK Blok B terakhir
seluas 212.950 hektare tersebut hanya tinggal 7,8% dari total luas wilayah
eksplorasi pada tahun 1991.
· 1991
= 2,6 juta Ha
· 2012
= 212.950 Ha
Investasi
· 8,6
miliar dengan perkiraan tambahan investasi sebesar USD 16-18 Miliar untuk
pengembangan bawah tanah ke depan.
· 94%
total investasi tambang tembaga di Indonesia
· 30%
total investasi di Papua
· 5%
total investasi di Indonesia
Cadangan terbukti
2,52 Miliar ton bijih:
· 0,97
gram/ton tembaga
· 0,83
gram/ton emas
· 4,13
gram/ton perak
Penerimaan
Negara
PTFI telah membayar PPh Badan lebih tinggi dari tarif UU
yang kini berlaku. Pembayaran ini merupakan porsi terbesar dalam pembayaran ke
penerimaan Negara. UU PPh Nasional 25% sementara PPh Badan PTFI 35%. Sejak
tahun 1999, PTFI secara sukarela telah melakukan pembayaran royalti tambahan
untuk tembaga, emas dan perak jika produksi melebih tingkat tertentu yang disetujui.
Produksi
40% produk konsentrat PTFI dikirim ke PT Smelting Gresik
PTFI membangun pabrik peleburan tembaga (smelter) pertama di Indonesia, yaitu
PT Smelting tahun 1998. Kami memasarkan konsentrat dengan harga pasar
berdasarkan kontrak jangka panjang dengan sejumlah smelter internasional, dan
akan tetap menghormati kontrak-kontrak tersebut.
Divestasi
PTFI mendukung penuh semangat nasional yang digagas dalam UU
Minerba dan telah secara konsisten menerapkannya. Saat ini 18,72% sebelum
terdelusi dari 20%, saham PTFI dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan PT
Indocopper Investama masing-masing 9,36%. Berkaitan dengan IPO, PTFI menyambut
baik gagasan tersebut dan sedang melakukan pengkajian.
D. Pembangunan
berkelanjutan
Semua pengertian tentang program pengembangan masyarakat
PTFI harus didahului oleh pengertian tentang sejarah Papua. Pertama kali PTFI
beroperasi pada tahun 1967, masyarakat Papua merupakan masyarakat pra-modern.
Pada saat itu, masyarakat di sana memiliki tingkat baca-tulis yang sangat
rendah, rentan terhadap wabah penyakit seperti malaria, dan hidup dalam
kemiskinan. Lokasi yang terpencil dan medan yang sulit ditempuh membuat situasi
kurang kondusif.
Oleh karena itu, program pengembangan masyarakat PTFI
difokuskan untuk membantu masyarakat setempat untuk membangun program ekonomi
yang berkelanjutan, meningkatkan kemampuan baca-tulis, memberikan
pelatihan-pelatihan kejuruan, dan mengadakan program kesehatan yang memadai.
Investasi
· USD
110,9 juta investasi di program pembangunan berkelanjutan di Papua selama 2012.
· USD
68,14 juta program pengembangan sosial melalui dana operasional.
· USD
39,36 juta program pengembangan masyarakat melalui dana kemitraan.
Ditambah
USD 600 juta investasi dalam bentuk infrastruktur sosial yang bermanfaat bagi
masyarakat lokal secara langsung (sekolah, rumah sakit, asrama siswa).
F. Kontribusi dan
peranan PT Freeport Indonesia bagi negara :
· Menyediakan
lapangan pekerjaan bagi sekitar 24.000 orang di Indonesia (karyawan PTFI
terdiri dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan Papua, serta 2,2%
karyawan Asing).
· Menanam
Investasi > USD 8,5 Miliar untuk membangun infrastruktur perusahaan dan
sosial di Papua, dengan rencana investasi-investasi yang signifikan pada masa
datang.
· PTFI
telah membeli > USD 11,26 Miliar barang dan jasa domestik sejak 1992.
· Dalam
kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari
USD 37,46 Miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap
pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 Miliar dalam waktu empat tahun
mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalti.
· Keuntungan
finansial langsung ke pemerintah Indonesia dalam kurun waktu empat tahun
terakhir adalah 59%, sisanya ke perusahaan induk (FCX) 41%. Hal ini melebihi
jumlah yang dibayarkan PTFI apabila beroperasi di negara-negara lain.
· Kajian
LPEM-UI pada dampak multiplier effect dari operasi PTFI di Papua dan Indonesia
di 2011: 0,8% untuk PDB Indonesia, 45% untuk PDRB Provinsi Papua, dan 95% untuk
PDRB Mimika.
· Membayar
Pajak 1,7% dari anggaran nasional Indonesia.
· Membiayai
>50% dari semua kontribusi program pengembangan masyarakat melalui sektor
tambang di Indonesia.
· Membentuk
0,8% dari semua pendapatan rumah tangga di Indonesia.
· Membentuk
44% dari pemasukan rumah tangga di provinsi Papua.
G. Dampak
Positif dan Negatif
1. Dampak
Positif
- Negara
Indonesia mendapat devisa dari pajak perusahaan
- Terbukanya
lapangan pekerjaan
- Mengurangi
Pengangguran
2. Dampak
Negatif
- PT
Freeport lama kelamaan akan mengeruk habis tanah Papua
- Indonesia
terlalu pro asing tanpa sadar kita sangat rugi
- Timbulnya
pencemaran lingkungan
- Rakyat/Pemerintah
tidak menikmati hasil perusahaan sepenuhnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PT Freeport Indonesia adalah
sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan
Copper & Gold Inc.. PT
Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih
yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran
tinggi Tembagapura, Kabupaten
Mimika, Provinsi
Papua, Indonesia. Freeport Indonesia
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh
penjuru dunia.
Dampak
Positif dan Negatif
3. Dampak
Positif
- Negara
Indonesia mendapat devisa dari pajak perusahaan
- Terbukanya
lapangan pekerjaan
- Mengurangi
Pengangguran
4. Dampak
Negatif
- PT
Freeport lama kelamaan akan mengeruk habis tanah Papua
- Indonesia
terlalu pro asing tanpa sadar kita sangat rugi
- Timbulnya
pencemaran lingkungan
- Rakyat/Pemerintah
tidak menikmati hasil perusahaan sepenuhnya
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia
http://ilmupengetahuan879.blogspot.com/2016/03/makalah-pt-freeport.html
https://brainly.co.id/tugas/6383299#readmore
0 comments:
Post a Comment