Seperti telah dikemukakan di
atas, penanggulangan risiko bencana oleh komunitas merupakan proses untuk
mendorong komunitas di kawasan rawan bencana mampu secara mandiri menangani
ancaman yang ada di lingkungannya dan kerentanan yang ada pada dirinya. Oleh karena
itu komunitas yang menghadapi risiko perlu terlibat secara aktif dalam
identifikasi, analisis, tindakan, pemantauan dan evaluasi risiko bencana untuk
mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas mereka. Ini berarti bahwa
komunitas menjadi pusat pengambilan keputusan dan pelaksanaan
aktivitas-aktivitas pengelolaan risiko bencana.
Berdasarkan pengalaman bekerja
bersama komunitas menurut Nugroho, terdapat kecenderungan dalam proses
penanggulangan risiko bencana oleh komunitas ini. Walaupun tidak secara linier
dan berurutan, beberapa tahapan tersebut di bawah ini dapat digunakan sebagai
acuan bagi “orang luar” yang akan mendorong terwujudnya penanggulangan risiko
bencana oleh komunitas.
1. Melakukan mobilisasi untuk memahami konteks dilakukan
untuk lebih memungkinkan masalah untuk ditangani melalui intervensi yang
tepat.melakukan kegiatan-kegiatan untuk secara bersama-sama menggeluti konteks
risiko bencana melalui pelatihan, berbagi pengalaman dan lainnya: manajemen
bencana & kedaruratan, penanganan penderita gawat darurat, pengamatan &
pemantauan ancaman, advokasi kebijakan, ekonomi mikro dan lainnya.
2. Penjajakan situasi dan kondisi masyarakat. Penjajakan
dilakukan untuk prediksi kebutuhan untuk penanggulangan bencana. Hal ini perlu
dilakukan agar terjadi kesesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya.
Analisis situasi ini dapat mulai dengan menyusun profil masyarakat untuk
memahami risiko bencana melalui riset partisipatif tentang: informasi histories
kebencanaan, ciri-ciri geoklimat, fisik, keruangan, tatanan sosiopolitik, dan
budaya, kegiatan-kegiatan ekonomik serta kelompok-kelompok rentan.
3. Penjajakan yang menyeluruh mengenai keterpaparan
komunitas terhadap bahaya dan analisis mengenai kerentanan mereka serta
kapasitas mereka merupakan dasar dalam semua aktivitas, proyek dan program
untuk meredam risiko bencana. Penjajakan risiko bencana merupakan proses
partisipatif dalam menentukan sifat, cakupan, dan besarnya dampak negatif dari
ancaman terhadap komunitas dan rumah tangga di dalamnya dalam suatu periode
waktu yang dapat diramalkan. Penjajakan risiko bencana komunitas juga
memfasilitasi suatu proses menentukan dampak negatif yang mungkin atau
cenderung terjadi (kerusakan dan kerugian) pada aset penghidupan yang berisiko.
Pengkajian bersama tingkat risiko di masyarakat meliputi: persepsi masyarakat
atas risiko, pemetaan bahaya, kerentanan dan kapasitas, identifikasi risiko,
evaluasi dan penilaian risiko, potensi sumber daya yang tersedia dan mobilisasi
sumberdaya, analisis dan pelaporan bersama ke komunitas.
4. Tindakan perencanaan program dan memformulasikan
rencana dilakukan berdasarkan hasil analisis risiko. Perencanaan ini meliputi
memformulasikan tujuan (meningkatkan kapasitas & mengurangi kerentanan
untuk meningkatkan kemampuan mencegah, memitigasi dan menyiapkan diri), manfaat
dan hasil (mengurangi risiko), merencanakan kegiatan penting,
mengidentifikasikan dan mencari dukungan finansial, memformulasikan rencana
kegiatan.
5. Tahapan ini hampir selalu ditempatkan sebagai puncak
upaya peredaman risiko bencana. Tahapan ini adalah menjalankan kesepakatan
perencanaan yang telah diformulasikan yang dianggap mampu meredam risiko. Dalam
tahapan ini terdapat serangkaian kegiatan yang terdiri dari: pengorganisasian
pelaksana kegiatan, memobilisasi sumberdaya, melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang telah direncanakan, melakukan pemantauan kegiatan dan menggunakan hasil
pemantauan untuk memperbaiki rencana peredaman risiko yang dilaksanakan.
6. Penilaian dan memberikan umpan balik cenderung jarang
dilakukan. Menilai hasil kegiatan yang disesuaikan dengan hasil yang diharapkan
untuk meredam bencana diharapkan dapat digunakan untuk sejak dini mengetahui
efektifitas usaha yang telah dilakuakan. Untuk selanjutnya menggunakan hasil
evaluasi untuk pemberdayaan komunitas lain dalam meningkatkan kemampuan
peredaman bencana.
7. Di sisi lain, dilakukan mendokumentasikan proses
pembelajaran dan penyebarluasan praktekpraktek sukses ke masyarakat dan wilayah
lain menjadi proses
penting agar sebanyak mungkin mengurangi tumpang tindih tindakan dalam
peredaman risiko bencana yang sama. Penyebarluasan ini bukan hanya dari sisi
geografis, tetapi sekaligus penyebarluasan secara sektoral yang sekaligus juga
mengupayakan pengintegrasian usaha-usaha peredaman risiko bencana pada aspek pembangunan
dan perikehidupan lainnya dan untuk pembudayaan usaha-usaha peredaman risiko
bencana.
8. Akhir dari proses ini adalah melengkapi kelembagaan
peredaman bencana yang bertumpu pada komunitas (mendorong pembentukan
organisasi rakyat dalam penanggulangan risiko bencana) untuk menjaga
keberlanjutan, penyebarluasan dan pengintegrasian. Pada tahap in pula dibangun
mekanisme konsultatif antara organisasi rakyat dengan factor lain. Hal ini
penting dilakukan karena proses intervensi peredaman risiko bencana yang
melibatkan pihak lain pada umumnya bersifat ”sebagaian” dari upaya peredaman
seluruh risiko. Dalam posisi ini tentunya komunitas secara mandiri yang harus
melanjutkan upaya-upaya peredaman tersebut. Pelembagaan ini pada dasarnya
merupakan sebuah pemastian bahwa upaya peredaman risiko bencana tidak berhenti.
0 comments:
Post a Comment