Menurut kamus Bahasa
Indonesia definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia upaya pengajaran dan pelatihan. Secara etimologis, kata
karakter berarti tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan orang lain. Dalam
bahasa
Inggris, karakter (character) diberi
arti a distinctive differentiating mark,
tanda atau sifat yang membedakan seseorang dengan orang lain.[1]
Sedangkan secara
terminologis, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda mengenai karakter. Doni Koesoema[2] menjelaskan
bahwa kita sering mengasosiasikan karakter dengan apa yang disebut temperamen
yang membina definisi yang menuntut unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan
dan konteks lingkungan. Kita juga bisa memahami karakter dari sudut behavior yang menekan unsur psikis yang dimiliki
individu sejak lahir. Di sini istilah karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian
dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari
seseoarang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.
Dalam kamus sosiologi, istilah karakter
menurut Sunarta adalah ciri khusus dari struktur dasar kepribadian seseorang
(watak). Sedangkan watak yang diperoleh (character
acquired) merupakan atribut seseorang yang perkembangannya berasal dari
sumber lain di luar dirinya oleh karena berhubungan dengan lingkungan alam atau
sosial. Karakter juga dapat diartikan personality bagi
individu, dan karakteristik (characteristic)
bagi kelompok atau kebudayaan yang menjadi identitasnya. Kita juga mengenal
istilah characterization yaitu proses
pengambilan ciri-ciri tertentu melalui warisan atau karena lingkungan atau
karena kombinasi keduanya.[3]
Menurut Endang
Sumantri, kata karakter dapat dilacak dari kata latin Kharakter, kharasein dan kharax, yang maknanya tools for aking, to engrave, dan
pointed stake. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis “caracter” pada abad ke-14 dan kemudian
masuk ke dalam bahasa inggris menjadi “character” sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia ‘karakter’. Sementara itu
Wynne menjelaskan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu, orang yang
berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, dan suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang
bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah
lakunya sesuai dengan kaidah moral.[4]
Dari berbagai pendapat
itu dapat ditarik kesimpulan bahwa karakter adalah sifat yang mantap, stabil
dan khusus yang melekat dalam pribadi seseorang yang membuatnya bersikap dan
bertindak secara spontan, tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan dan tanpa
memerlukan pemikiran terlebih dahulu.
Dari konsep karakter
ini muncul istilah pendidikan karakter (character
education).
Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1990-an.Thomas Lickona
dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for
character:
How Our School Can Teach Respect and Responsibility.[5] Melalui
buku itu, ia menyadarkan dunia barat akan pentingnya pendidikan
karaker. Sedangkan di Indonesia sendiri, istilah pendidikan karakter mulai diperkenalkan
sekitar tahun 2005-an. Hal itu secara implisit ditegaskan dalam rencana
pembangunan jangka panjang nasional ( RPJN) Tahun 2005-2015, dimana pendidikan
karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan sisi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
pancasila. “Lalu, apa itu pendidikan karakter? Dalam rencana aksi nasional
pendidikan karakter disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah” pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan akhlak yang
bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.”[6]
Manusia adalah makhluk
yang memiliki tabiat, potensi dan kecenderungan ganda, yakni positif ke arah baik
atau negatif ke arah buruk. Sifat dasar inilah yang kemudian akan dapat
berubah, baik bertambah, berkembang, atau bahkan hilang
seiring pertumbuhan usianya. Perubahan tersebut akan dipengaruhi oleh berbagai
hal, baik internal maupun eksternal.
Dan ayat ini
dijelaskan bahwa sesungguhnya Allah SWT telah memberi ilham atau jalan kepada semua
manusia mengenai mana yang baik dan mana yang buruk. Namun hal ini tergantung
kepada manusia itu sendiri apakah akan memilih jalan yang baik atau jalan yang
buruk. Orang yang memilih jalan yang baik tentu menjadi sebuah keberuntungan
baginya sedangkan sebaliknya orang yang memilih jalan kejahatan maka akan
merugi baik ketika hidup di dunia maupun nanti kelak di akhirat.
Dalam ayat yang lain Allah
SWT berfirman yang artinya: “Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan.”[7]
Dengan melihat ayat di
atas terdapat kelemahan dalam diri semua orang (bisa jaksa, ustad, guru,
polisi, hakim, dosen, pejabat negara dan lain sebagainya), bahkan orang-orang
yang beragama, tokoh partai, tokoh organisasi dan lain sebagainya yang hafal
tentang rumus-rumus, undang-undang, ayat-ayat, tetapi belum mampu melaksanakan
apa yang ia ketahui dan ia hafal dalam kehidupan sehari-hari, korupsi, mudah
tergoda oleh berbagai bujuk rayu,
iming-iming, kepentingan golongan, ekonomi, agama, partai
dan lain sebagainya.
Dari gambaran tersebut, bangsa Indonesia
sangat memerlukan sumber manusia dalam jumlah dan mempunyai kualitas karakter
yang memadai, konsisten, jujur, kepribadian yang menyatu antara perkataan dan
perbuatannya serta bertanggung jawab sebagai pendukung utama dalam pembangunan.
Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut pendidikan memiliki peran yang
sangat penting, untuk mengubah bangsa ini dan warga negaranya serta masyarakat
sipil, pejabat negara, institusi sosial kemasyarakatan dan keagamaan untuk
intropeksi diri serta melakukan langkah-langkah perbaikan menangani krisis
multidimensional bangsa ini. Ayat Al- Qur’an di atas yaitu surat Ash-Shaff ayat
2-3 di samping mendidik kaum muslimin dengan keimanan yang lurus, Al-Qur’an
juga sangat menaruh perhatian untuk mengarahkan mereka pada amalan yang Shaleh.
Sebab keimanan yang benar tidak boleh tidak harus terungkap dalam tingkah laku
dan tindakan. Ini dilaksanakan dengan menghiasi diri dengan akhlak dan budi
pekerti yang luhur, cinta berbuat baik pada orang lain dan bersegera dalam melaksanakan
apa yang diridhai Allah SWT dan Rasul-Nya.
[1] Amirulloh Syarbini, Buku
pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012).
hlm. 13
[2] Amirulloh
Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka,
2012).
hlm.14
[3] Amirulloh Syarbini, Buku
pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012).
hlm, 14-15
[4] Amirulloh Syarbini, Buku
Pintar Pendidikan Karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012). hlm
15
[5] Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. (New York: Bantam Books, 1993)
[6] Amirulloh Syarbini, Buku
pintar pendidikan karakter, (Bandung : as@-prima pustaka, 2012).
hlm. 16
0 comments:
Post a Comment