Thursday, January 30, 2020

Kemampuan Matematika


     
            Penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini penulis lebih mengspesifikasikan kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
            Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan.
   Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
            Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana M. Psi (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesainnya membutuhkan kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
            Menurut Linda dan Bruce Campbell, penulis buku Teaching and Learning Through Multiple Intelligences, inteligensi (Hidayat, 2003: 105) logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.
            Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan Howard Gardner penulis buku Multiple Intelligences, The Theory in Practice (Hidayat 115), mengatakan bahwa ada kaitan logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
            Gardner memaparkan ciri anak cerdas matematika, pada usia balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti, bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun puzzle.
   Gardner (Hidayat, 2003: 120) mengatakan, Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit.
            Belajar yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasikan langsung peristiwa dengan benda-benda konkret. Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat atau media yang konkret seperti kartu bilangan. Setelah memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-Kanak seperti :
·  Menyebutkan urutan bilangan
·  Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
·  Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
·  Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dll.
·  Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Sesuai dengan GBPKB TK, kemampuan matematika anak usia dini bertujuan anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya dan anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan baru yang diperolehnya. Adapun ruang lingkup yang diharapkan adalah sebagai berikut :
·  Anak mempunyai konsep bilangan dan hitungan.
·  Anak mengenal hubungan antara angka dan bilangan
·  Anak memiliki kemampuan melihat hubungan antara tulisan dan suara
·  Anak memiliki koordinasi otot-otot mata dan motorik tangan
·  Anak mempunyai kemauan untuk mengenal kalimat-kalimat tertulis
·  Intelegensi anak berkembang dengan baik
·  Merangsang kepekaan untuk belajar berhitung.
·  Memiliki keterampilan koordinasi motorik tangan, mata dan pikiran yang baik yang diperlukan untuk membaca dan menulis.
Menurut pengamatan Dienes (Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkret sebagai model (representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Dengan melihat berbagai contoh konkret siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b.   Dengan banyaknya contoh itu siswa akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
   Dienes berpendapat bahwa ada enam tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Tahap-tahap  itu ialah bermain bebas, permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbulan, dan pemformalan. Dalam hal mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-Kanak, yang akan penulis bahas sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu belajar sambil bermain.
   Bermain bebas adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak beremain dengan benda-benda konkret model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan benda-benda konkret. Melalui benda-benda konkret model matematika, secara tidak sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika tersebut.
      Setelah tahap bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkret model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencobakan menggunakan model atau media dengan bermain kartu bilangan.
      Pada pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori. Latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit tersebut.

0 comments:

Post a Comment

Blogroll

loading...
 

Catatanku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang