Penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan
keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini penulis lebih mengspesifikasikan
kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan
dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar
dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan
matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkret dan
pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti
berhitung, bilangan, dan operasi bilangan.
Sebagai contoh,
mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis
akan melatih anak mengenal bilangan.
Pada
dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika Psikolog pendidikan dari
Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana M.
Psi (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan
kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika
sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di
hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika
akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan
pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesainnya membutuhkan
kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
Menurut
Linda dan Bruce Campbell, penulis
buku Teaching and Learning Through
Multiple Intelligences, inteligensi
(Hidayat, 2003: 105) logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang
melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir
logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke
umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja
dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.
Anak
dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak.
Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang
bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan Howard Gardner penulis
buku Multiple Intelligences, The
Theory in Practice (Hidayat 115), mengatakan bahwa ada kaitan logika
matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak
menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi
solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk
merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
Gardner memaparkan ciri anak cerdas
matematika, pada usia balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa
ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik
baginya. Selain itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji
coba. Seperti, bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau
penasaran menyusun puzzle.
Gardner (Hidayat, 2003: 120) mengatakan,
Number Sense bisa dimulai sejak anak
masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi
berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa
menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah
soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam
keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit.
Belajar yang sangat baik
untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar
matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasikan langsung peristiwa
dengan benda-benda konkret. Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca
indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena
itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti
secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10
dengan menggunakan alat atau media yang konkret seperti kartu bilangan. Setelah
memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan
guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat
diajarkan di Taman Kanak-Kanak seperti :
· Menyebutkan urutan
bilangan
· Membilang
(mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
· Menghubungkan
konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
· Mengenal konsep
bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dll.
· Mengenal lambang
bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Sesuai dengan GBPKB TK, kemampuan matematika anak usia
dini bertujuan anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya
dan anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan
pengetahuan baru yang diperolehnya. Adapun ruang lingkup yang diharapkan adalah
sebagai berikut :
· Anak mempunyai
konsep bilangan dan hitungan.
· Anak mengenal
hubungan antara angka dan bilangan
· Anak memiliki
kemampuan melihat hubungan antara tulisan dan suara
· Anak memiliki
koordinasi otot-otot mata dan motorik tangan
· Anak mempunyai
kemauan untuk mengenal kalimat-kalimat tertulis
· Intelegensi anak
berkembang dengan baik
· Merangsang kepekaan
untuk belajar berhitung.
· Memiliki
keterampilan koordinasi motorik tangan, mata dan pikiran yang baik yang
diperlukan untuk membaca dan menulis.
Menurut pengamatan Dienes
(Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada
permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang
dimaksud oleh Dienes dengan konsep
tersebut adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni matematika,
konsep notasi dan konsep terapan. Ada beberapa alasan anak harus diberi
beraneka ragam materi konkret sebagai model (representasi) dari konsep tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Dengan melihat berbagai contoh konkret siswa
akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b. Dengan banyaknya contoh itu siswa akan lebih
banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
Dienes berpendapat bahwa ada enam tahap
dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Tahap-tahap itu ialah bermain bebas, permainan,
penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbulan, dan pemformalan. Dalam hal
mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-Kanak, yang akan penulis bahas
sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu belajar sambil bermain.
Bermain bebas
adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak beremain dengan
benda-benda konkret model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan
tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan
benda-benda konkret. Melalui benda-benda konkret model matematika, secara tidak
sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika
tersebut.
Setelah tahap
bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa
mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan
ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkret model
matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa
bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencobakan menggunakan
model atau media dengan bermain kartu bilangan.
Pada
pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori.
Latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode
Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut
sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun
awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental
sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima
tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi
sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit
tersebut.
0 comments:
Post a Comment