Thursday, January 30, 2020

Kemampuan Matematika


     
            Penelitian ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan kognitif, tetapi pada kesempatan ini penulis lebih mengspesifikasikan kepada keterampilan matematika siswa Taman Kanak-kanak. Guru TK diharapkan dapat membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar dalam matematika sebagai persiapan anak untuk masuk sekolah.
            Menurut Piaget (Hidayat, 2003 : 31), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti berhitung, bilangan, dan operasi bilangan.
   Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menuliskannya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.
            Pada dasarnya setiap anak dianugerahi kecerdasan matematika Psikolog pendidikan dari Fakultas Psikologi UI, Gagan Hartana M. Psi (Hidayat, 2003:100), mengatakan bahwa kecerdasan matematika diartikan kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kebutuhan matematika sebagai pemecahan masalahnya. Misalnya, saat menanam kecambah kacang hijau, di hari pertama anak melihat kecambah tumbuh, anak dengan kecerdasan matematika akan menebak kecambah akan tumbuh lebih tinggi tanpa melihat kelanjutan pertumbuhannya. Anak menghadapi masalah yang dasar penyelesainnya membutuhkan kemampuan matematika dan mampu berpikir abstrak.
            Menurut Linda dan Bruce Campbell, penulis buku Teaching and Learning Through Multiple Intelligences, inteligensi (Hidayat, 2003: 105) logika matematika biasanya dikaitkan dengan otak yang melibatkan beberapa komponen, yaitu perhitungan secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, pertimbangan induktif (penjabaran ilmiah dari umum ke khusus), pertimbangan deduktif (penjabaran ilmiah secara khusus ke umum), dan ketajaman pola-pola serta hubungan-hubungan. Intinya, anak bekerja dengan pola abstrak serta mampu berpikir logis dan argumentatif.
            Anak dengan kemampuan ini akan senang berkutat dengan rumus dan pola-pola abstrak. Tapi tak hanya pada bilangan matematika, juga meningkat pada kegiatan yang bersifat analitis, dan konseptual. Hal ini ditegaskan Howard Gardner penulis buku Multiple Intelligences, The Theory in Practice (Hidayat 115), mengatakan bahwa ada kaitan logika matematika dengan kecerdasan linguistik. Pada kemampuan matematika anak menganalisa atau menjabarkan alasan logis, serta kemampuan mengkonstruksi solusi dari persoalan yang timbul. Kecerdasan linguistik diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkannya dalam bentuk bahasa.
            Gardner memaparkan ciri anak cerdas matematika, pada usia balita, anak gemar bereksplorasi untuk memenuhi rasa ingin tahunya seperti menjelajah setiap sudut, mengamati benda-benda yang unik baginya. Selain itu, anak juga hobi mengutak-atik benda serta melakukan uji coba. Seperti, bagaimana jika kakiku masuk ke dalam ember penuh berisi air atau penasaran menyusun puzzle.
   Gardner (Hidayat, 2003: 120) mengatakan, Number Sense bisa dimulai sejak anak masih dalam kandungan. Ketika sedang berhitung Anda bisa mengajak calon bayi berbicara atau berkomunikasi. Pada anak yang kecerdasannya tinggi bisa menyelesaikan persoalan matematika lebih cepat. Strategi memecahkan masalah soal matematika ialah dengan memberikan banyak stimulasi dan diwujudkan dalam keseharian, misalnya menghitung jumlah mobil sedan yang lewat selama 1 menit.
            Belajar yang sangat baik untuk membantu anak didik dalam menemukan dan menyerap konsep-konsep dasar matematika adalah melalui pengamatan, yakni mengobservasikan langsung peristiwa dengan benda-benda konkret. Pengamatan melibatkan penguasaan semua panca indera, tetapi unsur yang terpenting dari panca indera adalah penglihatan. Karena itu pengamatan biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk melihat dan mengerti secara cepat. Misalnya anak dapat menyebutkan urutan bilangan dari 1 sampai 10 dengan menggunakan alat atau media yang konkret seperti kartu bilangan. Setelah memperoleh gambaran tentang ruang lingkup dasar matematika, maka diharapkan guru atau pembimbing dapat menerapkan konsep-konsep matematika yang dapat diajarkan di Taman Kanak-Kanak seperti :
·  Menyebutkan urutan bilangan
·  Membilang (mengenakan konsep bilangan) dengan benda-benda.
·  Menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak disuruh menulis)
·  Mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama, lebih kurang, banyak sedikit, dll.
·  Mengenal lambang bilangan atau angka (anak tidak disuruh untuk menulis)
Sesuai dengan GBPKB TK, kemampuan matematika anak usia dini bertujuan anak didik mampu berkomunikasi secara lisan dengan lingkungannya dan anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diketahui dengan pengetahuan baru yang diperolehnya. Adapun ruang lingkup yang diharapkan adalah sebagai berikut :
·  Anak mempunyai konsep bilangan dan hitungan.
·  Anak mengenal hubungan antara angka dan bilangan
·  Anak memiliki kemampuan melihat hubungan antara tulisan dan suara
·  Anak memiliki koordinasi otot-otot mata dan motorik tangan
·  Anak mempunyai kemauan untuk mengenal kalimat-kalimat tertulis
·  Intelegensi anak berkembang dengan baik
·  Merangsang kepekaan untuk belajar berhitung.
·  Memiliki keterampilan koordinasi motorik tangan, mata dan pikiran yang baik yang diperlukan untuk membaca dan menulis.
Menurut pengamatan Dienes (Ruseffendi, 2006:156) anak-anak yang menyenangi matematika hanya pada permulaan mereka yang berkenalan dengan matematika yang sederhana. Yang dimaksud oleh Dienes dengan konsep tersebut adalah struktur matematika yang terdiri dari konsep murni matematika, konsep notasi dan konsep terapan. Ada beberapa alasan anak harus diberi beraneka ragam materi konkret sebagai model (representasi) dari konsep tersebut adalah sebagai berikut :
a.   Dengan melihat berbagai contoh konkret siswa akan mendapatkan penghayatan yang lebih benar.
b.   Dengan banyaknya contoh itu siswa akan lebih banyak menerapkan konsep ke dalam situasi yang lain.
   Dienes berpendapat bahwa ada enam tahap dalam belajar dan mengajarkan konsep matematika kepada siswa. Tahap-tahap  itu ialah bermain bebas, permainan, penelaahan sifat bersama, representasi, penyimbulan, dan pemformalan. Dalam hal mengajarkan matematika pada tingkat Taman Kanak-Kanak, yang akan penulis bahas sebatas pada tahap bermain bebas dan permainan saja mengingat prinsip pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yaitu belajar sambil bermain.
   Bermain bebas adalah tahap permulaan anak-anak belajar matematika. Anak-anak beremain dengan benda-benda konkret model matematika. Mereka belajar bebas, tidak diatur dan tidak diarahkan. Siswa belajar konsep matematika dengan memanipulasikan benda-benda konkret. Melalui benda-benda konkret model matematika, secara tidak sengaja siswa berkenalan dengan konsep matematika melalui model matematika tersebut.
      Setelah tahap bermain bebas, tahap yang kedua adalah tahap permainan. Pada tahap ini siswa mulai memahami pola, sifat kesamaan dan ketidaksamaan. Keteraturan dan ketidakteraturan suatu konsep disajikan oleh benda-benda konkret model matematika. Melalui permainan matematika ini akan tertanam dalam benak siswa bahwa matematika itu menyenangkan. Dalam hal ini penulis mencobakan menggunakan model atau media dengan bermain kartu bilangan.
      Pada pengembangan kecakapan aritmatika model Montessori. Latihan sensori sangat penting dalam mempelajari dasar-dasar aritmatika. Metode Montessori mempunyai materi-materi yang sangat banyak untuk tujuan tersebut sehingga memungkinkan siswa menjadi sangat akrab dengan angka-angka pada tahun awal pada saat mereka sangat rensponsif pada pengalaman ini. Ciri fundamental sistem angka tersebut adalah sistem bilangan desimal karena pada usia lima tahun sudah mengenal hitung puluhan maka materi sensori awal latihan dibatasi sampai hitungan sepuluh sampai siswa memperoleh pengetahuan melalui unit-unit tersebut.

Perkembangan Kognitif



                     Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Myers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering.” Pengertian yang hapir senada juga diberkan oleh Margaret W. Matlin (1994), yaitu : “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval, and use of knowledge.” Dalam Dictionary Of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”
                     Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah sebuah istilah yang menunjuk pada semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran, pengolahan informasi, memecahkan masalah serta berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
1). Teori Perkembangan Kognitif Piaget
          Piaget menjabat sebagai profesor psikologi di Universitas Geneva dari 1929 hingga 1975 dan ia paling terkenal karena menyusun kembali teori perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap, memperluas karya sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap perkembangan yang lebih kurang sama dengan (1) masa infancy, (2) pra-sekolah, (3) anak-anak, dan (4) remaja. Masing-masing tahap ini dicirikan oleh struktur kognitif umum yang mempengaruhi semua pemikiran si anak (suatu pandangan strukturalis yang dipengaruhi oleh filsuf Immanuel Kant). Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada masa itu, dan masing-masing kecuali yang terakhir adalah suatu perkiraan (approximation) tentang realitas yang tidak memadai. Jadi, perkembangan dari satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di dalam pemahaman sang anak tentang lingkungan nya; akumulasi ini pada akhirnya menyebabkan suatu tingkat ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata ulang oleh struktur pemikiran. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
       Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori Piaget sebagai berikut
1. Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2 tahun (anak mengalami dunianya   melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
2.   Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7 tahun (mulai memiliki kecakapan
       motorik)
3.   Tahap operasional konkret: dari 7 hingga 11 tahun (anak mulai berpikir
       secara logis tentang kejadian-kejadian konkret)
4. Tahap operasional formal: setelah usia 11 tahun (perkembangan penalaran abstrak).(http://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget)
Secara kualitatif perkembangan dari masing-masing tahapan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget untuk usia anak-anak, maksudnya adalah :
a). Tahap Sensori-Motor (0-2).
Pada tahap ini Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
b). Tahap Pra Operasional (2–7).
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.

Bermain Kartu Bilangan



  Kartu bilangan adalah kartu yang memuat satuan matematika yang akrab dan dapat diunitkan, ditambah, atau dikalikan. (KBBI, 2001:510)
  Jadi pengertian bermain kartu bilangan adalah melakukan suatu pekerjaan yang menyenangkan dengan menggunakan kartu yang memuat satuan matematika yang akrab dan dapat diunitkan, ditambah, atau dikalikan. Hal ini  dapat merangsang rasa keingintahuan anak agar anak dapat belajar sambil bermain dengan menggunakan kartu bilangan.                                                                                                                                               
         Dalam bermain kartu bilangan hendaknya dibimbing oleh  pengajar yang notabene adalah orang-orang yang telah mendapat pendidikan anak usia dini, sedangkan dalam pendidikan non formal, pengajarnya bukanlah selalu orang yang berlatar pendidikan guru. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak lebih banyak difokuskan pada bidang dasar (basic), yaitu membaca, menulis, dan berhitung yang dikenal dengan “Three Rs” (Tiga R), yaitu Reading, Writing, dan Aritmathic. Istilah “Back to Basic” yang sering didengar tidak lain merupakan istilah “Tiga R” tersebut, yang artinya mengembalikan fokus pembelajaran di Taman Kanak-kanak atau Sekolah Dasar kelas awal kearah kegiatan membaca, menulis, dan berhitung. Di Indonesia “Tiga R” dikenal dengan istilah “calistung”, yaitu membaca, menulis, dan berhitung. Kegiatan pembelajaran di Taman Kanak-kanak tidak sekedar untuk mengembangkan “Tiga R”, tetapi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, terutama aspek kognitif. Di samping itu matematika juga berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecerdasan yang oleh Gardner (Hidayat, 2003:55) disebut Logico-mathematics. Kecerdasan Logico-mathematics menyangkut kemampuan seseorang menggunakan bilangan, operasi bilangan dan silogisme. Matematika atau berhitung merupakan hal yang akrab dalam kehidupan manusia. Setiap hari, bahkan setiap menit orang menggunakan matematika. Belanja, menghitung benda, waktu, tempat, jarak, dan kecepatan merupakan fungsi matematis.
            Memahami grafik, tabel, berat, dan volume juga merupakan fungsi matematika. Dengan kata lain matematika sangat penting bagi kehidupan kita. Pada proses perkembangan pada anak usia dini, pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka dan operasi bilangan matematis. Secara bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar membilang, mengenal angka dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol matematika. Sebagai contoh, sebuah jeruk diberi simbol angka “1” dan dua buah jeruk diberi simbol dengan angka “2”. Demikian pula simbol “+” yang berarti dijumlah dan simbol “-“ yang berarti dikurangi.

Kartu Bilangan


   Permainan ini dirancang sebagai permainan berkelompok. masing-masing anggota kelompok diberi kartu yang beruliskan bilangan ratusan secara acak. Setelah itu mereka disuruh untuk membuat formasi barisan berdasarkan urutan yang dikehendaki, mulai dari yang terkecil atau mulai dari yang terbesar secepat mungkin. Kelompok yang bisa menyusun barisan paling cepat sesuai urutan menjadi pemenang. Demi keleluasaan bermain, sangat disarankan permainan ini dilakukan di luar ruangan.
Kartu bisa dibuat dari kertas yang tidak terpakai, bisa dari bahan bekas kartun minuman yang dipotong dengan ukuran sama.  Misalnya ukuran 12 cm X 17 cm.  Menentukan ukuran kartu bilangan cukup kita perhitungkan bahwa kartu tersebut jika ditulisi bilangan ratusan, masih bisa terbaca jelas dalam jarak 5-7 meter. Biaya yang dikeluarkan untuk media ini cukup sebuah gunting ukuran sedang serta 2 atau 3 spidol besar baik yang permanen atau board maker. Murid murid dalam permainan ini secara tidak langsung juga belajar bekerja sama dalam kelompok dan bagaimana mengembangkan komunikasi yang efektif dalam kelompok mereka. Permainan ini juga bisa dimodifikasi menjadi sebuah permainan bisu atau permainan buta. Pada permainan bisu, mereka dilarang meneriakkan angka mereka, hanya boleh menunjukkan angka pada kartu mereka.
Sebaliknya pada permainan buta mereka tidak boleh menunjukkan angka pada kartu mereka namun boleh meneriakkannya. Dengan modifikasi ini mereka bisa belajar, proses komunikasi mana yang lebih efektif, meneriakkan nomor yang ada pada kartunya atau menunjukkan kartunya sambil memperhatikan kartu teman sekelompoknya. Modifikasi ini juga mengaktifkan secara serentak semua panca indra murid dan saraf motorik mereka. Dengan demikian konsep makna angka yang mereka pegang pada kartunya lebih dipahami murid. Murid bisa membaca angka pada kartu, tahu bagaimana bentuk tulisannya dan yang terpenting mengerti maknanya.            

Yang dapat dilakukan oleh pendidik



Adapun upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk menghargai arti bermain itu adalah dengan memberikan pengalaman dan kesempatan aktivitas bermain pada anak. Bermain tanpa dibatasi dengan waktu dan peraturan bermain membuat anak punya banyak waktu untuk eksplorasi sendiri serta mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Untuk upaya tindakan protektif kepada anak, pendidik dapat memberikan kenyamanan dan lingkungan yang mendukung untuk bermain dan merancang lingkungan bermain outdoor. Adapun tujuannya adalah agar kebebasan anak ketika bermain tidak terganggu dengan lingkungan yang membahayakan. Anak dapat memilih mainan apapun dan bermain dengan bebas tanpa takut cedera. Pendidik juga dapat merencanakan kurikulum dengan seksama, menanggapi anak pada saat bermain, peduli akan kebutuhan anak, mengobservasi anak pada saat bermain spontan dan tahu kapan saatnya pendidik memberikan bantuan, mengontrol tingkah laku anak dan membantu anak mengungkapkan perasaan melalui verbal pada saat bermain.
Anak dan bermain tidak dapat dipisahkan. Dorongan alamiah anak adalah bermain. Beberapa manfaat diperoleh dari kegiatan bermain yaitu dapat mengembangkan aspek perkembangan anak. Tahapan perkembangan anak juga dapat menjadi ciri dalam kegiatan bermain anak, sehingga kegiatan bermain dapat diprediksi dan dijadikan acuan dalam perkembangan anak. Ketika pentingnya bermain dapat dipahami oleh pendidik maka pendidik dapat mengupayakan kegiatan bermain menjadi lebih utama dalam kegiatan belajar untuk anak. Upaya lain yang dapat dilakukan pendidik adalah dengan merancang lingkungan yang kondusif untuk anak bermain, dan menjadi fasilitator serta motivator untuk anak ketika anak sedang bermain.

Ciri Utama Bermain



Pentingnya arti bermain bagi anak mendorong seorang tokoh psikologi dan filsafat terkenal Johan Huizinga untuk ikut merumuskan teori bermain. Ia mengemukakan bahwa bermain adalah hal dasar yang membedakan manusia dengan hewan. Melalui kegiatan bermain tersebut terpancar kebudayaan suatu bangsa. Namun beberapa orang tidak dapat membedakan kegiatan bermain dengan kegiatan tidak bermain. Pendidikan prasekolah yang menerapkan prinsip pendidikan anak dengan belajar yang bermain, mengalami kerancuan dalam makna. Untuk itu perlu diklasifikasikan antara kegiatan bermain dengan kegiatan yang bukan bermain. Menurut Rubin, Fein, & Vandenverg dalam Hughes ada 5 ciri utama bermain yang dapat mengidentifikasikan kegiatan bermain dan yang bukan bermain :
1.     Bermain didorong oleh motivasi dari dalam diri anak. Anak akan melakukannya apabila hal itu memang betul-betul memuaskan dirinya. Bukan untuk mendapatkan hadiah atau karena diperintahkan oleh orang lain.
2.     Bermain dipilih secara bebas oleh anak. Jika seorang anak dipaksa untuk bermain, sekalipun mungkin dilakukan dengan cara yang halus, maka aktivitas itu bukan lagi merupakan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang ditugaskan oleh guru TK kepada murid-muridnya, cenderung akan dilakukan oleh anak sebagai suatu pekerjaan, bukan sebagai bermain. Kegiatan tersebut dapat disebut bermain jika anak diberi kebebasan sendiri untuk memilih aktivitasnya.
  1. Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, tidak menjadi tegang atau stress. Biasanya ditandai dengan tertawa dan komunikasi yang hidup.
  2. Bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya. Khususnya pada anak usia prasekolah sering dikaitkan dengan fantasi atau imajinasi mereka. Anak mampu membangun suatu dunia yang terbuka bagi berbagai kemungkinan yang ada, sesuai dengan mimpi-mimpi indah serta kreativitas mereka yang kaya.
  3. Bermain senantiasa melibatkan peran aktif anak, baik secara fisik, psikologis, maupun keduanya sekaligus.

Peran bermain dalam belajar dan perkembangan



Salah satu cara anak mendapatkan informasi adalah melalui bermain. Bermain memberikan motivasi instrinsik pada anak yang dimunculkan melalui emosi positif. Emosi positif yang terlihat dari rasa ingin tahu anak meningkatkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian anak terhadap tugas. Emosi negative seperti rasa takut, intimidasi dan stress, secara umum merusak motivasi anak untuk belajar. Rasa ingin tahu yang besar, mampu berpikir fleksibel dan kreatif merupakan indikasi umum anak sudah memiliki keinginan untuk belajar. Secara tidak langsung bermain sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak untuk belajar dan mencapai sukses. Hal ini sesuai dengan teori bermain yang dikemukakan oleh James Sully, bahwa bermain berkait erat dengan rasa senang pada saat melakukan kegiatan (Christianti, 2007:1)
Aktifitas bermain yang belajar memberikan jalan majemuk pada anak untuk melatih dan belajar berbagai macam keahlian dan konsep yang berbeda. Anak merasa mampu dan sukses jika anak aktif dan mampu melakukan suatu kegiatan yang menantang dan kompleks yang belum pernah ia dapatkan sebelumnya. Oleh karena itu pendidik seharusnya memberikan materi yang sesaui, lingkungan belajar yang kondusif, tantangan, dan memberikan masukan pada anak untuk menuntun anak dalam menerapkan teori dan melakukan teori tersebut dalam kegiatan praktek.

Bermain harus sesuai dengan tahapan usia anak



          Pendidik seharusnya memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang bermain agar dapat mendukung dan menetapkan kegiatan bermain yang cocok untuk anak. Anak dengan tingkat usia yang berbeda memiliki minat bermain yang berbeda. Tahapan tersebut dapat diprediksi karena telah dilakukan penelitian yang panjang pada setiap tahapan usia anak. Tahapan tersebut secara umum dijabarkan sebagai berikut ;
1. Bayi – Toddler
               Bermain lebih fokus pada keterampilan motorik, pemaksimalan panca indera, kegiatan eksplorasi objek, banyak melakukan gerakan sederhana, gerakan dilakukan tidak bertujuan dan dilakukan berulang-ulang, tidak ada atau belum ada komunikasi, melakukan aktivitas yang sama namun tidak berhubungan dengan anak lain, konsentrasi bermain hanya dengan mainannya sendiri, dan belum mengenal konsep peraturan.
2.  Anak-anak awal – akhir
Pada usia ini anak sudah mulai menunjukkan minat untuk bermain dengan anak lain, sering saling bertukar mainan, sama-sama belajar dengan anak lain untuk membuat peraturan dan bermain dengan peraturan, belajar untuk bekerja sama dalam satu aktivitas, sudah mampu membangun dan menciptakan sesuatu dengan benda, tujuan bermain adalah untuk memperoleh kepuasan pribadi, jika melakukan kegiatan bermain sambil bertanding, anak belum ada keinginan untuk menang, dan anak belajar untuk berhitung, membaca, menulis (kemampuan dasar akademik).
3.  Sekolah dasar
Pada tahap bermain ini, anak sangat tertarik untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan menciptakan mainannya sendiri (berkreasi), mulai menyukai kegiatan bermain yang menggunakan angka dan kode-kode rahasia, mulai menunjukkan siapa dirinya, keahliannya, talenta dan kemampuannya, sudah mulai memahami makna kata, huruf dan angka, sudah mampu membangun konsep kerjasama dan sudah mengenal rasa bersaing.
4.     Memasuki remaja awal
Tahapan bermain memasuki remaja awal yaitu banyak bermain dengan permainan teratur dan terstruktur, bermain dengan peraturan (sport), memiliki motivaasi bermain untuk memperoleh kemenangan (menang berarti mampu mengikuti peraturan), kegiatan terfokus/minat pada kelompok, dan anak belajar untuk memahami lingkungan sosial.

Pentingnya Bermain Untuk Anak Usia Dini



               Bermain merupakan kegiatan yang tidak pernah lepas dari anak. Keadaan ini menarik minat peneliti sejak abad ke 17 untuk melakukan penelitian tentang anak dan bermain. Peneliti ingin menunjukkan sejauhmana bermain berpengaruh terhadap anak, apakah hanya sekedar untuk mendapatkan pengakuan dan penerimaan sosial atau sekedar untuk mengisi waktu luang.
               Pendapat pertama tentang bermain oleh Plato mencatat bahwa anak akan lebih mudah memahami aritmatika ketika diajarkan melalui bermain. Pada waktu itu Plato mengajarkan pengurangan dan penambahan dengan membagikan buah apel pada masing-masing anak. Kegiatan menghitung lebih dapat dipahami oleh anak ketika dilakukan sambil bermain dengan buah apel. Eksperimen dan penelitian ini menunjukkan bahwa anak lebih mampu menerapkan aritmatika dengan bermain dibandingkan dengan tanpa bermain.
               Pendapat selanjutnya oleh Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan yang akan ditekuni di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain balok-balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya.
               Pada abad ke 18 dan awal abad ke 19, Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung Teori Frobel yang mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara untuk melatih anak konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika terfokus pada kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan.
                 Bermain juga dapat membentuk belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga dapat menimbulkan motivasi instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap kegiatan pembelajaran.
                 Akhir abad 19, Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain karena anak memiliki energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan teori Surplus Energi yang mengatakan bahwa anak bermain (melompat, memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan manifestasi dari energi yang ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan untuk mengisi kembali energi seseorang anak yang telah melemah.
                 Dilanjutkan oleh G Stanley Hall, ia menjabarkan teori bermain sebagai bentuk evolusi dari kegiatan nenek moyangnya dimasa yang lampau. Menurut Hall, kegiatan bermain pada anak menunjukkan pengalaman nenek moyang ras tertentu (pengulangan perkembangan ras). Sebagai contoh, anak yang suka bermain dengan air maka diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah ikan, anak yang suka melakukan kegiatan memanjat maka diduga bahwa nenek moyang anak tersebut adalah monyet. Teori bermain Hall, sangat dipengaruhi Teori Evolusi Darwin yang pada saat itu memberikan pembaharuan baru dalam ilmu pengetahuan.
                 Seorang tokoh Filsafat, Karl Gross mengatakan bahwa anak bermain untuk mempertahankan kehidupannya. Menurut Gross, awalnya kegiatan bermain tidak memiliki tujuan namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk memperoleh dan melatih keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi mereka pada saat dewasa kelak, contoh, bayi yang menggerak-gerakkan tangan, jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat digunakan dimasa datang.
                 Sigmund Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa bermain berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan imajinasi dalam sosiodrama atau pada saat bermain sendiri. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan untuk mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura bertarung untuk menunjukkan kekesalannya.
                 Teori Cognitive-Developmental dari Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran.
                 Berdasarkan kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak usia dini karena melalui bermain mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak. Aspek tersebut ialah aspek fisik, sosial emosional dan kognitif. Bermain mengembangkan aspek fisik/motorik yaitu melalui permainan motorik kasar dan halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh, belajar keseimbangan, kelincahan, koordinasi mata dan tangan, dan lain sebagainya. Adapun dampak jika anak tumbuh dan berkembang dengan fisik dan motorik yang baik maka anak akan lebih percaya diri, memiliki rasa nyaman, dan memiliki konsep diri yang positif . Pengembangan aspek fisik motorik menjadi salah satu pembentuk aspek sosial emosional anak.
                 Bermain mengembangkan aspek sosial emosional anak yaitu melalui bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi bagian/diterima dalam kelompok, belajar untuk hidup dan bekerja sama dalam kelompok dengan segala perbedaan yang ada. Dengan bermain dalam kelompok anak juga akan belajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan anak yang lain, belajar untuk menguasai diri dan egonya, belajar menahan diri, mampu mengatur emosi, dan belajar untuk berbagi dengan sesama. Dari sisi emosi, keinginan yang tak terucapkan juga semakin terbentuk ketika anak bermain imajinasi dan sosiodrama.
                 Aspek kognitif berkembang pada saat anak bermain yaitu anak mampu meningkatkan perhatian dan konsentrasinya, mampu memunculkan kreativitas, mampu berfikir divergen, melatih ingatan, mengembangkan prespektif, dan mengembangkan kemampuan berbahasa. Konsep abstrak yang membutuhkan kemampuan kognitif juga terbentuk melalui bermain, dan menyerap dalam hidup anak sehingga anak mampu memahami dunia disekitarnya dengan baik.


Teori Bermain



               Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Adapun beberapa macam teori bermain menurut para ilmuwan adalah sebagai berikut : Teori-teori bermain banyak dikemukakan oleh para ilmuwan, seperti :
1). Teori rekreasi
   Teori ini berasal dari Schaller dan Lazarus ilmuwan dari Jerman yang berpendapat bahwa permainan merupakan kesikuan untuk menenangkan pikiran  atau   beristirahat.
2). Teori penglepasan
   Teori ini berasal dari Herbert Spencer ahli piker dari Inggris, mengatakan bahwa dalam diri anak terdapat kelebihan tenaga. Sewajarnya ia harus mempergunakan tenaga itu melalui kegiatan bermain.
         3). Teori atavistis
   Teori ini berasal dari Stanley Hall ahli psikologi dari Amerika, berpendapat bahwa di dalam perkembangan anak adalah melalui seluruh taraf kehidupan umat manusia sebelumnya. Atavistis artinya kembali kepada sifat-sifat nenek moyang di masa lalu.

         4). Teori biologis
   Teori ini berasal dari Karl Gross dari Jerman yang mengatakan bahwa permainan merupakan tugas biologis(hidup atau hayat).
         5). Teori Psikologi dalam
   Teori ini berasal dari Sigmund freud dan Adler. Menurut Freud, permainan merupakan pernyataan nafsu-nafsu yang terdapat di daerah bawah sadar, sumbernya berasal dari dorongan nafsu seksual. Menurut Fauzan, M. (2002 : 39-40) Permainan merupakan bentuk pemuasan dari nafsu seksual yang terdapat dikompleks terdesak.

Manfaat dan Model-Model Anyaman


       Manfaat Menganyam
Menurut Martha Christianti (2007: 90) menganyam banyak kegunaannya bagi anak TK, selain mempunyai unsur pendidikan juga untuk mengembangkan koordinasi mata dan tangan, antara lain:
a)   Mengembangkan keterampilan motorik halus,
b)   Dapat melatih sikap emosi anak dengan baik,
c)   Anak dapat mengungkapkan perasaannya,
d)   Dengan mengkoordinasikan mata dan tangan, anak dapat melatih konsentrasinya,
e)   Anak dapat membangkitkan minatnya dalam mengikuti pembelajaran,
f)    Anak menjadi terampil dan kreatif,
g)   Anak dapat belajar matematika,
h)   Anak dapat mengenal kerajinan tradisional yang ditekuni oleh masyarakat Indonesia.
       Model-Model Menganyam
Menurut Hajar Pamadhi (2008: 6.27) model anyaman ada beberapa macam, diantaranya:
1)     Motif Lurus
Terdiri dari 2 macam yaitu:
a)   Anyaman sasak adalah teknik susup menyusup antara pakan dan lungsi dengan langkah satu-satu atau diangkat satu ditinggal satu.
b)  Anyaman kepar adalah susup menyusup antara lungsi dan pakan dengan dua dua atau lebih.
2)     Motif Biku/Serong Anyaman biku atau serong adalah anyaman yang lungsi dan pakannya dibuat serong (miring) ke arah kiri dan kanan dengan posisi 45 derajat dari letak penganyamnya. 3
3)     Motif Truntum Anyaman motif truntum adalah perpaduan antara anyaman tegak dengan anyaman serong sehingga membentuk segi enam, kemudian disusupi iratan yang lebih kecil.
Model anyaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah motif lurus terdiri dari dua macam yaitu motif anyaman sasak yang teknik menganyamnya dengan cara menyusupkan antara pakan dan lungsi dengan langkah satu-satu atau diangkat satu ditinggal satu dan motif anyaman kepar dengan cara menyusupkan antara pakan dan lungsi dengan dua-dua.

Pengertian Anyaman



Menurut Sumanto (2005:119) berkreasi senirupa bagi anak TK selain berupa kegiatan menggambar, melukis, mencetak, mozaik, montase, kolase, melipat, menggunting juga diberikan pengenalan keterampilan menganyam. Kegiatan menganyam dilakukan dengan cara menyusun bagian-bagian bahan (pita) anyaman membentuk suatu motif anyaman atau membentuk model anyaman. Melalui keterampilan menganyam diharapkan dapat mengembangkan kompetensi rasa seni, ketekunan, kesabaran, dan kecekatan anak TK sejalan dengan perkembangan rasa seninya.
Sumanto (2005: 119) menganyam adalah suatu kegiatan keterampilan yang bertujuan untuk menghasilkan aneka benda atau barang pakai dan benda seni, yang dilakukan dengan cara saling menyusupkan atau menumpang tindihkan bagian-bagian pita anyaman secara bergantian. Lebih lanjut Sumanto (2005: 120) menganyam adalah kegiatan menjalin pita yang disusun menurut arah dan motif tertentu.
Menganyam diartikan juga suatu teknik menjalinkan lungsi dengan pakan. Lungsi adalah pita atau iratan anyaman yang letaknya tegak lurus terhadap si penganyam. Pakan adalah pita atau iratan yang disusupkan pada lungsi dan arahnya berlawanan atau melintang terhadap lungsi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menganyam dalam penelitian ini adalah kegiatan yang dilakukan dengan cara saling menyusupkan atau menumpang tindihkan bagian-bagian pita anyaman secara bergantian.

Prinsip-Prinsip Pembuatan, Penggunaan, dan Pengembangan Media PAUD



Menurut Musrid, (2015: 52), pengembangan media audio interaktif bagi siswa tunanetra sangat penting. Disampaikan siswa dapat memahami apa yang telah guru atau pendidik sampaikan siswa juga dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi dan sebagai media pembelajaran sehingga dapat mempermudah menyampaikan materi. Salah satu materi pokok mata pelajaran sains adalah bagian tubuh hewan beserta kegunaannya yang dilakukan melalui pengamatan. Namun, pada siswa tunanetra kegiatan itu sulit dilakukan karena keterbatasan yang dimiliki.
Proses pembelajaran akan menjadi membosankan jika pendidik hanya menyampaikan pemaparan fakta mengenai materi tersebut di depan kelas juga akan menyebabkan verbalisme. Menggunakan media audio dapat menjadi alternatif terhadap pemecahan masalah di atas. Tujuan pengembangan ini adalah mampu menghasilkan suatu produk berupa media audio interaktif untuk menghasilkan hasil belajar yang efektif yaitu siswa tunanetra dapat meningkatkan komunikasi secara baik dan memahami materi yang diajarkan pada media audio interaktif.
Pembuatan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam program pendidikan anak usia dini haruslah terjadi pemenuhan berbagai macam kebutuhan anak, mulai dari kesehatan, nutrisi, dan stimulus pendidikan, juga harus dapat memberdayakan lingkungan masyarakat di mana anak itu tinggal. Prinsip pelaksanaan program pendidikan anak usia dini harus mengacu pada prinsip umum yang mengandung dalam konferensi hak anak, yaitu:
1)  Nondiskriminasi, di mana semua anak dapat mengecap pendidikan usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa, agama, tingkat sosial, serta kebutuhan khusus setiap anak.
2)  Dilakukan demi kebaikan terbaik untuk anak (the best interest of the child), bentuk pengajaran, kurikulum yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional, konteks sosial budaya di mana anak-anak hidup.
Dengan demikian, ada beberapa prinsip umum tentang pendidikan anak usia dini. Anak adalah individu yang unik, tugas pendidik, baik tutor maupun orang tua adalah seorang yang memberi pengarahan yang positif bagi perkembangan anak, memberi cap negatif pada anak.
Perkembangan anak berkembang secara bertahap dan berkesinambungan. Usia anak merupakan masa kritis. Semua aspek perkembangannya saling berhubungan bakat dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan anak tergantung pada motivasi atau stimulus dari dalam dan luar dirinya. Perkembangan intelegensi juga bergantung pada pola pengasuhan. Perkembangan anak tergantung pada hubungan antara pribadi, kesempatan mengekspresikan diri dan bimbingan pada tiap tahap perkembangan anak.
Berdasarkan uraian di atas keluarga adalah tempat yang sangat penting bagi pelaksanaan pendidikan anak usia dini, sebaba keluarga merupakan pendidikan yang utama dan pertama bagi anak dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki. Setiap anak pada dasarnya memiliki komunikasi dengan orang lain dan potensi lainnya, sehingga untuk mengembangkan potensi tersebut harus diperlukan bimbingan dari orang tua, pendidik, atau orang dewasa lainnya supaya memperoleh hasil maksimal dan positif. Pengembangan potensi tersebut harus dimulai sejak usia dini, sebab pada usia tersebut merupakan dasar untuk pengembangan berpikir pada masa berikutnya Musrid, (2015: 53-54)



Langkah-langkah Menyusun Media Sebagai Bahan Ajar Pembelajaran



Ragam media tentunya tidak akan digunakan seluruhnya secara serentak dalam kegiatan pembelajaran. Untuk itu perlu dilakukan pemilihan media tersebut. Untuk membuat media pembelajaran, harus mempertimbangkan media tersebut. Dalam kriteria untuk mempertimbangkan guru atau pendidik kaitannya dalam pemilihan media pembelajaran anak-anak sesuai dengan Kasus I. Nyoman Sudana Degeng (1993: 26-27), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan guru atau pendidik dalam pemilihan media pembelajaran, yaitu: 1) tujuan instruksional; 2) efektivitas; 3) siswa.
Pembelajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media yang akan digunakan dalam prses pembelajaran itu juga memerlukan perancangan yang baik pula. Meskipun demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seorang pendidik memiliki salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar pertimbangan antar alain: pertamai, ia sudah merasa akrab dengan media itu. Kedua, ia merasa media yang dipilihnya bisa menggambarkan lebih baik dari pada dirinya sendiri. Ketiga, media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian siswa, serta menuntunya pada penyajian yang lebih jelas dan dapat mempermudah siswa terhadap apa yang disampaikan oleh pendidik.
Menurut Dick dan Cary (1985), dalam Musrid, (2015:48), disampaikan kesesuaian dengan tujuan perilaku belajarnya, setidaknya masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media antara lain: 1) ketersediaannya sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. 2) apakah untuk membeli atau membuat sendiri tersebut ada dana, tenaga, dan fasilitas. 3) faktor yang menyangkut kecocokan, kepraktisam dan ketahanan media yang bersangkutan untuk waktu yang lama. 4) efektivitas biayanya dalam jangka waktu panjang. Faktor-faktor yang perlu disikapi dalam pemilihan media pembelajaran adalah: a) komunikatif, b) harganya yang murah, c) nilai kepraktisannya, dan d) kondisi pemakaiannya. Untuk memilih media secara efektif Kozma, (1978: 342), mengatakan bahwa pesan yang komunikatif harus diperhatikan. Romiszowski, (1988: 57-58), menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam memilih media pembelajaran yaitu: 1) metode pembelajaran yang digunakan; 2) tujuan pembelajaran; 3) karakteristik pembelajaran; 4) aspek kepraktisannya (biaya dan waktu); 5) faktor pemakaian.
Media membangkitkan keinginan dan minat baru, media membangkitkan motivasi dan merangsang peserta didik untuk belajar lebih optimal, media memberikan pengalaman yang menyeluruh dari sesuatu yang konkret maupun abstrak. Oleh karena itu, media pembelajaran baik sebagai alat bantu pengajaran maupun sebagai pendukung agar materi atau isi pelajaran semakin jelas dan dengan mudah dapat dikuasai dari proses pembelajaran di kelas untuk mendapat hasil belajar yang maksimal seorang pendidik harus mempunyai pengetahuan tentang pengelolaan media. Tidak ada suatu media yang terbaik untuk mencapai semua pembelajaran.
Penggunaan medua harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Mengingat itu, di dalam proses pembelajaran ada tiga komponen yang saling berhubungan yaitu: 1) pembelajaran (guru, instruktur, dan tutor) yang berfungsi sebagai komunikator, 2) pembelajaran (siswa, kanak kanak atau peserta didik) yang berperan sebagai subjek penerima informasi. 3) bahan ajar yang merupakan pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik untuk dipelajari (Situmorang, 2009) dalam Musrid, (2015: 48), penggunaan media dalam pembelajaran dimaksudkan termasuk hambatan psikologis, hambatan fisik, hambatan kultueal, dan hambatan lingkungan.
Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan, diantaranya 1) memperjelas penyajian pesan, 2) mengatasi keterbelakangan ruang, 3) mengatasi sifat pasif siswa. Dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil pembelajaran, kita tidak boleh melupakan suatu hal yang sudah pasti kebenarannya, bahwa pembelajaran harus sebanyak-banyaknya berinteraksi pada sumber belajar (buku, internet, yang berhubungan dengan pengetahuan).
Tanpa sumber belajar yang memadai sulit diharapkan suatu proses pembelajaran yang mengarah kepada tercapainya hasil belajar yang optimal. Dengan demikian, penggunaan media belajar sebagai sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting.
Media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan kreativitas siswa hendaknya menggunakan media yang menarik dan sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat memotivasi semangat belajar. Aspek kemenarikan ini bisa dilakukan dengan pemilihan materi dan desain penyajian media. Berdasarkan jenis di atas, anak-anak yang duduk di bangku sekolah di mana kelak meereka akan terjun ke masyarakat. Di era globalisasi ini menurut sumber daya manusia kita untuk bersaing sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga siswa dalam usia ini gemar membentuk kelompok bermain usia sebaya.
Tugas guru adalah memberi kebebasan untuk memberikan informasi kepada peserta didik. Azhar Arsyad mengungkapkan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat baru. Permainan ular tangga vocabulary for all simple word untuk meningkatkan perbendaharaan kata bahasa Inggris siswa kelas 2 SD yang dapat digunakan pada situasi pembelajaran yang sebenarnya.
Model pengembangan media yang digunakan adalah model pengembangan edukatif yang berupa permainan. Permainan yang dapat dimodifikasikan dengan menambahkan gambar atau tulisan tetapi tepat menyajikan materi-materi pembelajaran di dalamnya serta mudah dimainkan oleh peserta didik atau siswa kanak-kanak baik secara individu maupun secara kelompok kemampuan berkomunikasi seseorang secara tulis maupun lisan.
Bahasa Inggris merupakan salah satu pelajaran bahasa asing yang telah diajarkan di sekolah. Sebagai Bahasa Internasional, aspek kemenarikan ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknik belajar sambil bermain. Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan pengembangan ini adalah untuk memperoleh media pembelajaran berupa permainan ular tangga. Misalnya alat permainan yang akan dibuat adalah untuk mengembangkan keterampilan berhitung, maka alat permainan yang didesain harus terfokus pada angka. Kebutuhan anak akan bermain pada dasarnya sama, baik di kota maupun di desa. Hal yang membedakan adalah bentuk dan jenis, frekuensi serta area bermainnya. Di kalangan pendidikan anak-anak usia dini, hal tersebut direspon dengan banyaknya lembaga pendidikan yang bermunculan.
Lembaga-lembaga tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan ruang dan waktu kepada anak usia dini dan arti pentingnya bermain bagi anak-anak dalam tinjauan akademis lembaga pendidikan (PAUD) bermain merupakan setiap kegiatan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhirnya bermain dilakukan secara sukarela tanpa adanya suatu paksaan.
Pengaruh bermain dalam perkembangan anak diantaranya: 1) fisik bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih seluruh bagian tubuhnya. Bermain juga berfungsi sebagai penyaluran tenaga yang berlebihan bila terpendam terus akan membuat anak tegang, gelisah mudah tersinggung. 2) dorongan berkomunikasi agar dapat bermain lebih baik bersama yang lain anak harus belajar berkomunikasi dalam arti mereka dapat mengerti dan sebaliknya mereka harus mengerti terhadap apa yang disampaikan oleh anak lain. 3) penyaluran bagi energi emosional yang terpendam untuk bermain.
Pemilihan Alat Permainan Edukatif (APE) didesain untuk kepentingan pendidikan yaitu supaya mengopmtimalkan potensi kemanusiaan peserta didik. Oleh karena itu, kita tidak boleh memilih alat permainan edukatif secara sembarangan yang pada akhirnya hal ini justru dapat menjadi kontra produktif dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Terkait dengan ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan dan peralatan belajar untuk bermain anak, diantaranya: ditunjukkan untuk anak usia dini, dapat berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan anak.
Alat permainan edukatif harus dirancang sesuai dengan rentang usia anak usia dini. Contohnya Puzzle yang dibuat sesuai dengan usia anak. Aspek-aspek yang dikembangkan adalah aspek fisik motorik, (halus dan kasar) emosi, sosial, bahasa, kognitif, dan moral dapat digunakan dengan berbagai cara. Alat permainan edukatif dirancang dengan memperhatikan tingkat keamanan dan keselamatan anak misalnya dalam penggunaan cat. Cat yang digunakan tidak mengandung racun dan tidak mudah mengelupas. Jika menggunakan sudut mainan tidak runcing melainkan tumpul agar tidak membahayakan anak.
Anak-anak dipenuhi pernyataan-pernyataan contohnya: Bagaimana saya bisa membuat kereta api dari kotak-kotak ini? Bagaimana saya bisa memperoleh kepiungan-kepingan teka-teki ini di ruang terbuka? Anak-anak memerlukan kesempatan-kesempatan untuk menyelidiki lingkungan mereka dan memiliki kebebasan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Para guru adalah bagian terpenting dari proses pemecahan masalah. Para guru bisa merangsang rasa ingin tahu anakanak dan memberi kemungkinan kepada mereka untuk memecahkan masalah-masalah secara aktif. Para guru harus rela membiarkan pernyataan-pernyataan anak untuk menuntun mereka ke dalam kegiatan-kegiatan atau proyek-proyek yang tidak selalu direncanakan. Melihat semua sepatu boots berjejer di ruang masuk Jono bertanya kaki siapa yang paling besar di kelas ini. Seorang pendidik seharusnya bisa dikatakan itu pernyataan yang bagus dan kemudian mengatakan kepada Jono ia bisa memecahkan itu dengan melihat-lihat sepatu boots itu. Untuk itu karena anak-anak tertarik, ia membimbing mereka bisa mengetahui ini. Tommy bilang bahwa mereka bisa melihat kaki.
Jono bilang bahwa mereka menderetkan sepatu itu dan mencari tahu kaki siapa yang lebih besar dan siapa yang paling kecil. Di kelas bekerja sama memecahkan masalah ini seoramg pendidik mendorong anak-anak untuk mengajukan pertanyaan dan berpikir tentang cara-cara mengembangkan pemecahan-pemecahan terhadap masalah mereka Musrid, (2015: 47-50).

Blogroll

loading...
 

Catatanku Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang